Netanyahu Telah Bersumpah Akan Lucuti Hamas. Benjamin Netanyahu, Perdana Menteri Israel, baru saja bersumpah akan melucuti Hamas sepenuhnya, baik melalui jalur diplomatik maupun militer, dalam pidato nasional yang disiarkan Sabtu malam waktu setempat, 4 Oktober 2025. Pernyataan tegas ini muncul di tengah kemajuan negosiasi gencatan senjata di Kairo, di mana Israel dan Hamas hampir sepakat soal pembebasan 48 sandera yang tersisa. Netanyahu sebut, “Hamas akan dilucuti, entah lewat rencana Trump atau kekuatan kami sendiri.” Ini jadi sinyal kuat bahwa Israel tak akan kompromi, meski tekanan internasional minta de-eskalasi. Di tengah perang Gaza yang sudah tewaskan lebih dari 40 ribu jiwa, sumpah Netanyahu ini tambah panas perdebatan—apakah ini langkah akhir konflik, atau pemicu eskalasi baru? BERITA BOLA
Pernyataan Netanyahu: Komitmen Tanpa Kompromi: Netanyahu Telah Bersumpah Akan Lucuti Hamas
Netanyahu buka pidato dengan janji tegas: “Kami akan bebaskan semua sandera dalam beberapa hari, dan Hamas akan dilucuti—mudah atau susah.” Ia rujuk rencana perdamaian yang diusulkan Donald Trump, mantan Presiden AS yang kini pengaruhnya kuat di lingkaran Netanyahu, di mana Hamas setuju lepas sandera dalam tiga hari sebagai imbalan gencatan senjata. Tapi Netanyahu tambah, jika gagal, “kami akan selesaikan secara militer.” Ini respons ke sinyal Hamas yang dukung rencana Trump, tapi tolak demiliterisasi Gaza.
Latar belakang sumpah ini: Israel klaim kontrol 70 persen Gaza sejak Oktober 2023, tapi Hamas masih kuasai terowongan dan senjata ringan. Netanyahu hadapi tekanan domestik—demo di Tel Aviv tuntut pembebasan sandera, dan koalisi kanannya desak serangan total. Pidato ini juga strategi politik: Netanyahu, yang hadapi korupsi trial, pakai isu keamanan untuk kuatkan dukungan. Hamas balas lewat juru bicara: “Kami tak akan menyerah.” Pernyataan ini jadi titik didih, karena Trump sendiri sebut “jangan tunda,” tapi Netanyahu tekankan “demiliterisasi mutlak.”
Respons Internasional: Tekanan Diplomatik yang Memuncak: Netanyahu Telah Bersumpah Akan Lucuti Hamas
Dunia langsung bereaksi ke sumpah Netanyahu. AS, di bawah Biden, sebut rencana Trump “harapan besar,” tapi was-was eskalasi—Sekretaris Negara Antony Blinken desak “jangan tambah kekerasan.” Di Kairo, mediator Mesir dan Qatar bilang negosiasi “hampir final,” tapi sumpah Netanyahu bikin Hamas ragu. PBB, lewat Sekjen Antonio Guterres, panggil “gencatan senjata segera,” ingatkan blokade Gaza langgar hukum internasional.
Di Timur Tengah, Iran dan Hezbollah dukung Hamas, sebut sumpah Netanyahu “ancaman eksistensial.” Turki, di bawah Erdogan, sebut “Israel tak akan menang,” dan janji bantu bantuan Gaza. Eropa campur: Jerman dukung Israel hak bela diri, tapi Prancis kritik “proporsi.” Demonstrasi pro-Palestina di London dan Paris naik 20 ribu peserta pasca-pidato. Respons ini tunjukkan polarisasi: Barat tekan diplomatik, sementara Axis of Resistance siap eskalasi. Netanyahu, yang janji “kembalikan sandera sebelum akhir tahun,” hadapi deadline: jika gagal, tekanan domestik bisa runtuhkan koalisi.
Implikasi untuk Konflik Gaza: Harapan atau Jebakan?
Sumpah Netanyahu bisa jadi katalisator akhir perang Gaza, tapi juga jebakan. Jika rencana Trump jalan, 48 sandera bebas dalam tiga hari, imbalan gencatan enam bulan—pertama sejak Oktober 2023. Tapi demiliterisasi Hamas berarti Israel kuasai Gaza penuh, yang ditolak Kijev. Implikasinya: Gaza bisa stabil sementara, tapi tanpa solusi dua negara, konflik berulang. Ekonomi Israel rugi 50 miliar dolar sejak perang, dan Gaza hancur—80 persen bangunan rusak.
Bagi Netanyahu, ini politik: sukses bisa selamatkan jabatannya, gagal picu pemilu dini. Hamas, yang kehilangan 15 ribu pejuang, mungkin setuju untuk regrup. Tapi sumpah “mudah atau susah” sinyal Israel siap invasi darat lagi, meski militer capek. Implikasi global: harga minyak naik 2 persen pasca-pidato, karena kekhawatiran Laut Merah. PBB harap ini akhir, tapi sejarah tunjukkan gencatan senjata Gaza sering rapuh. Netanyahu tutup pidato: “Kami akan menang.” Pertanyaannya: menang seperti apa?
Kesimpulan
Netanyahu bersumpah akan lucuti Hamas pada 4 Oktober 2025 jadi momen krusial di perang Gaza, dengan janji pembebasan sandera lewat rencana Trump atau kekuatan militer. Dari pernyataan tegasnya sampai respons dunia yang tegang, ini soroti harapan gencatan tapi juga risiko eskalasi. Implikasinya luas: dari stabilitas Gaza sementara sampai politik Netanyahu yang rapuh. Di konflik yang sudah tewaskan puluhan ribu, sumpah ini bisa jadi akhir atau awal babak baru—tapi satu hal pasti: tekanan tak akan reda. Dunia tunggu langkah selanjutnya di Kairo.