Israel Sebutkan Hamas Tidak Berikan Jasad Bukan Sandera. Dalam perkembangan yang menambah ketegangan di Gaza pasca-gencatan senjata, Israel mengklaim bahwa salah satu dari empat jasad yang dikembalikan oleh Hamas pada Selasa malam, 14 Oktober 2025, bukan jasad sandera Israel yang tewas. Identifikasi awal menunjukkan tiga jasad milik Tamir Nimrodi, Uriel Baruch, dan Eitan Levy—tiga warga Israel yang ditawan sejak serangan 7 Oktober 2023—tapi jasad keempat ternyata milik warga Gaza, bukan bagian dari 28 jasad sandera yang diharapkan. Pernyataan ini dari pasukan pertahanan Israel (IDF) langsung picu kontroversi, karena kesepakatan gencatan senjata yang dimediasi AS mengharuskan Hamas serahkan semua jasad sandera secara bertahap. Ini bukan sekadar kesalahan administratif; bagi keluarga sandera, ini pukulan emosional di tengah harapan pulang. Sementara itu, Israel balas dengan kurangi truk bantuan kemanusiaan ke Gaza dari 200 jadi 100 per hari, sebut ini hukuman atas pelanggaran kesepakatan. Di tengah euforia gencatan senjata yang baru seminggu berlaku, langkah ini ingatkan betapa rapuhnya perdamaian di wilayah yang sudah hancur. BERITA TERKINI
Latar Belakang Kesepakatan Gencatan Senjata: Israel Sebutkan Hamas Tidak Berikan Jasad Bukan Sandera
Gencatan senjata permanen diumumkan pada 7 Oktober 2025, tepat dua tahun setelah serangan Hamas yang tewaskan 1.200 warga Israel dan tawan 250 sandera. Kesepakatan, yang difasilitasi AS, Qatar, dan Mesir, janji tukar 48 jasad sandera tewas dengan 360 jasad Palestina yang tewas di penjara Israel, plus bantuan kemanusiaan tak terbatas ke Gaza. Hamas setuju serahkan jasad secara bertahap: 10 di minggu pertama, sisanya dalam sebulan. Ini bagian dari upaya lebih luas untuk stabilkan Gaza, di mana 40 ribu orang tewas sejak perang meletus, dan infrastruktur 80 persen rusak. Sebelumnya, Hamas serahkan tiga jasad pada 8 Oktober, dikonfirmasi milik Itay Svirsky, Shani Louk, dan seorang prajurit perempuan. Tapi kejadian Selasa malam ini ubah nada: IDF sebut jasad keempat “tidak cocok dengan daftar sandera mana pun”, dan tes DNA tunjukkan ia milik warga sipil Gaza yang tewas di awal konflik. Hamas belum respons resmi, tapi sumber dekat bilang ini “kesalahan identifikasi” yang bisa diperbaiki cepat. Bagi Israel, ini pelanggaran jelas; bagi Hamas, mungkin isu administratif di tengah kekacauan Gaza.
Identifikasi Jasad dan Respons Keluarga Sandera: Israel Sebutkan Hamas Tidak Berikan Jasad Bukan Sandera
Proses identifikasi jasad berlangsung di Institut Forensik Israel di Abu Kabir, di mana tim medis pakai DNA, gigi, dan tato untuk konfirmasi. Tamir Nimrodi, 24 tahun, ditawan saat festival musik di selatan Israel; Uriel Baruch, 34 tahun, ayah dua anak; dan Eitan Levy, 27 tahun, tentara—ketiganya dikonfirmasi dalam 12 jam. Keluarga mereka campur duka dan lega: ibu Nimrodi sebut “akhir dari mimpi buruk, tapi luka tetap”, sementara saudara Baruch tuntut “keadilan penuh, bukan setengah-setengah”. Jasad keempat, yang IDF sebut milik “warga Gaza tak dikenal”, picu kemarahan—mereka anggap Hamas sengaja campur untuk ganggu proses. Ini lanjutan kontroversi sebelumnya: pada September, dua jasad yang diklaim sandera ternyata tentara Palestina. Keluarga 21 sandera tewas yang belum pulang—termasuk empat warga AS—langsung demonstrasi di depan kantor PM Netanyahu, tuntut percepatan. Netanyahu janji “semua jasad harus kembali, tak ada kompromi”, tapi kritik domestik sebut pemerintahannya lambat negosiasi. Di Gaza, warga sipil yang jasadnya “dipinjam” ini jadi korban tak berdosa, tambah narasi penderitaan di kedua sisi.
Implikasi untuk Gencatan Senjata dan Bantuan Gaza
Klaim Israel ini langsung pengaruhi alur bantuan: pengurangan truk dari 200 jadi 100 per hari berarti 50 ribu orang Gaza kehilangan akses makanan dan obat segera. PBB protes keras, sebut ini langgar semangat kesepakatan yang janji bantuan tak terbatas. Sejak gencatan, 1.500 truk sudah masuk, bawa 10 ribu ton makanan, tapi pengurangan ini bisa picu krisis baru di utara Gaza, di mana 300 ribu orang bergantung pada kiriman harian. Hamas sebut ini “pembalasan tidak manusiawi”, sementara mediator Qatar mediasi darurat untuk klarifikasi. Secara politik, ini uji kestabilan gencatan: Israel tuntut Hamas serahkan 10 jasad lagi minggu ini, tapi Hamas bilang butuh waktu verifikasi. AS, yang fasilitasi kesepakatan, tekan kedua pihak untuk patuh—Presiden Harris sebut “kepercayaan harus dibangun, bukan dihancurkan”. Bagi Gaza, yang 90 persen penduduknya bergantung bantuan, ini pengingat bahwa perdamaian rapuh: satu kesalahan identifikasi bisa hambat rekonstruksi miliaran dolar yang direncanakan bank dunia. Kelompok hak asasi seperti Amnesty bilang, jasad-jasad ini simbol korban tak bersalah—dan pelanggaran seperti ini perpanjang trauma kolektif.
Kesimpulan
Klaim Israel bahwa Hamas tak serahkan jasad sandera, tapi warga Gaza, jadi noda awal pada gencatan senjata yang penuh harapan. Dari identifikasi tiga jasad yang benar hingga pengurangan bantuan yang kontroversial, ini ingatkan betapa rumitnya perdamaian di Gaza. Keluarga sandera tuntut keadilan penuh, sementara warga Gaza butuh alur bantuan lancar untuk bertahan. Mediator internasional punya peran krusial: klarifikasi cepat bisa selamatkan momentum, tapi kegagalan berarti risiko eskalasi. Di akhir, jasad-jasad ini bukan angka; mereka cerita manusia yang layak pulang dengan hormat. Gencatan senjata ini baru mulai—semoga langkah selanjutnya bawa penyembuhan, bukan luka baru.