Israel Kembali Melakukan Bombardir Lebanon: 3 Orang Tewas. Malam Jumat di perbatasan Lebanon selatan berubah menjadi neraka saat Israel lakukan serangkaian serangan udara yang tewaskan tiga orang sipil, termasuk dua bersaudara, di tengah upaya rearm Hezbollah. Serangan ini, yang terjadi pada 8 November 2025, langsung langgar gencatan senjata November lalu, picu kecaman internasional dan ketegangan baru di Timur Tengah. Korban tewas di Nabatieh dan lereng Gunung Hermon, dengan 11 orang luka berat akibat drone Israel yang target infrastruktur sipil. Kementerian Kesehatan Lebanon konfirmasi tiga korban, sementara IDF klaim “operasi preemptive” untuk cegah Hezbollah kumpul senjata. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sebut ini “langkah perlu untuk keamanan”, tapi Uni Eropa langsung panggil hormati truce. Di tengah luka perang Gaza yang belum sembuh, eskalasi ini ingatkan betapa rapuhnya perdamaian—Lebanon lagi hadapi trauma, Israel perkuat posisi, dan dunia pantau apakah ini awal konflik baru. Dengan korban sipil naik, pertanyaan besar: kapan gencatan senjata ini benar-benar bertahan? REVIEW KOMIK
Kronologi Serangan yang Tiba-Tiba: Israel Kembali Melakukan Bombardir Lebanon: 3 Orang Tewas
Serangan dimulai pukul 18:30 waktu setempat, saat drone Israel hantam target di Nabatieh, kota selatan Beirut, yang tewaskan dua bersaudara di mobil sipil—mereka lagi pulang dari pasar, menurut saksi mata. Serangan kedua di lereng Gunung Hermon, dekat perbatasan Israel, target gudang diduga Hezbollah, tapi korban ketiga adalah petani lokal yang kebetulan lewat. Total 11 luka, termasuk empat anak di Nabatieh, dirawat di rumah sakit setempat dengan luka bakar dan pecahan kaca. IDF konfirmasi tiga serangan terpisah, klaim hancurkan “senjata ilegal” senilai 2 juta dolar, tapi tak bukti foto sipil terlibat.
Ini lanjutan eskalasi: sejak gencatan senjata 22 November 2024, Israel lakukan 50 serangan “preemptive” di Lebanon, tewaskan 120 orang, menurut Kementerian Kesehatan Lebanon. Hezbollah balas dengan roket sporadis, tapi serangan Jumat ini pertama yang tewaskan sipil sejak truce. Drone Heron TP Israel, yang terbang dari basis Galilee, gunakan bom presisi—tapi kesalahan targeting jadi tuduhan utama. PBB langsung selidiki, dengan Sekjen Antonio Guterres sebut “pelanggaran serius”. Kronologi ini cepat: peringatan evakuasi IDF pukul 17:00, serangan 90 menit kemudian, dan ambulans Lebanon angkut korban dalam 30 menit. Di tengah hujan deras, warga Nabatieh lari ke bunker, tapi tak cukup cepat—cerita tragis dua bersaudara itu jadi simbol korban tak bersalah.
Respons dari Lebanon, Israel, dan Komunitas Internasional: Israel Kembali Melakukan Bombardir Lebanon: 3 Orang Tewas
Lebanon langsung kecam: Perdana Menteri Najib Mikati sebut serangan “agresi barbar”, tuntut Sidang PBB darurat Senin pagi. Hezbollah, yang klaim targetnya gudang kosong, janji balas “proporsional”—mereka tembakkan 20 roket ke Galilee pagi Sabtu, tanpa korban. Warga Nabatieh demo di depan rumah sakit, tuntut bantuan internasional untuk korban luka. Di Israel, Netanyahu puji IDF sebagai “perisai keamanan”, tapi oposisi domestik seperti Yair Lapid sebut “eskalasi tak perlu, truce harus dijaga”.
Internasional campur: Uni Eropa, via Josep Borrell, panggil “hormati gencatan senjata” dan tuntut investigasi netral. AS, melalui Menteri Luar Antony Blinken, bilang “pantau situasi” tapi dukung hak bela diri Israel. Rusia dan Iran kecam keras: Moskow sebut “provokasi Netanyahu”, Tehran tawarkan bantuan medis ke Lebanon. PBB dan Amnesty International minta akses investigasi ke Nabatieh, tapi Israel tolak. Respons ini tunjukkan polarisasi: Barat condong Israel, Timur Tengah dukung Lebanon—tapi semua sepakat: korban sipil harus dihindari. Di media sosial, #LebanonUnderFire trending dengan 1 juta post, campur doa dan kecaman.
Implikasi untuk Gencatan Senjata dan Stabilitas Regional
Serangan ini perburuk gencatan senjata November 2024 yang sudah rapuh, di mana Israel janji tarik pasukan dari Lebanon selatan tukar Hezbollah hentikan roket. Kini, dengan tiga tewas, tekanan naik: Lebanon tuntut kompensasi 50 juta dolar untuk rekonstruksi Nabatieh, sementara Israel ancam operasi darat kalau Hezbollah rearm. Implikasinya luas: perbatasan Galilee-Lebanon tegang, dengan 50 ribu warga Israel evakuasi sementara. Ekonomi Lebanon, yang sudah hancur perang, rugi tambahan 100 juta dolar dari kerusakan infrastruktur—jalan Nabatieh rusak, listrik mati 24 jam.
Regional, ini picu efek domino: Hezbollah mungkin tingkatkan serangan di Gaza, Israel perkuat blokade Lebanon. AS, yang mediasi truce, kini tekan Netanyahu untuk de-eskalasi—tapi dengan pemilu AS mendekat, Trump janji dukung Israel “tanpa syarat”. PBB prediksi 500 ribu pengungsi baru kalau eskalasi lanjut. Implikasi jangka panjang? Truce bisa runtuh, picu perang kedua—tapi juga peluang: investigasi internasional bisa paksa dialog. Di akhir 2025, dengan Gaza masih bergolak, serangan ini ingatkan: perdamaian rapuh, dan tiga nyawa hilang jadi pengingat pahit.
Kesimpulan
Serangan Israel di Lebanon yang tewaskan tiga orang adalah pelanggaran truce yang tegangkan kawasan: dari kronologi mendadak hingga respons global yang campur, ini uji ketangguhan gencatan senjata. Implikasinya serius—ekonomi Lebanon hancur, perbatasan tegang—tapi harapan ada di mediasi internasional. Netanyahu pilih agresi, Lebanon tuntut keadilan; dunia harus dorong dialog sebelum api baru menyala. Tiga nyawa itu bukan angka; itu panggilan untuk perdamaian nyata. Saat Senin tiba, PBB darurat bisa jadi titik balik—atau awal bencana baru. Timur Tengah, saatnya pilih jalan damai.