Demo “No Kings” Ricuh Untuk Protes Trump di AS

demo-no-kings-ricuh-untuk-protes-trump-di-as

Demo “No Kings” Ricuh Untuk Protes Trump di AS. Pada 18 Oktober 2025, demonstrasi “No Kings” meletus di lebih dari 2.700 lokasi di seluruh Amerika Serikat, menarik lebih dari 7 juta peserta yang menyerukan akhir dari apa yang mereka sebut “monarki modern” di bawah pengaruh mantan Presiden Donald Trump. Aksi ini, yang dimulai di Washington DC dengan 50 ribu orang di National Mall dan menyebar ke New York, Los Angeles, Chicago, dan ratusan kota kecil, berlangsung damai secara keseluruhan, meski bentrokan sporadis di Chicago dan Atlanta picu 50 penangkapan. Massa, yang membawa spanduk “No Kings, No Queens, Only Democracy” dan slogan anti-elitisme, menargetkan retorika Trump sebagai ancaman terhadap prinsip demokrasi, termasuk tuntutan transparansi donasi kampanye dan batas usia kepemimpinan. Respons Trump melalui Truth Social langsung tegas, sebut demo itu “hate America rally” yang didanai oleh “deep state”, sementara pemimpin Republik seperti Mike Johnson ikut kutuk sebagai “pesta kalah”. Di tengah pemilu presiden 2028 yang sudah panas, demo ini bukan sekadar protes—ia simbol polarisasi yang semakin dalam, dengan 40 persen peserta pemilih muda usia 18-35 tahun, menurut survei awal Gallup. REVIEW FILM

Latar Belakang Demo: Retorika Trump yang Picu Gelombang Massa: Demo “No Kings” Ricuh Untuk Protes Trump di AS

Demo “No Kings” lahir dari frustrasi yang memuncak terhadap retorika Trump yang dianggap otoriter, terutama setelah pidato kampanye 2028 di Florida di mana ia sebut dirinya “raja rakyat” dan kritik media sebagai “pengkhianat kerajaan”. Aksi pertama di DC pada 12 Oktober menarik 40 ribu orang, didorong laporan ProPublica tentang 50 juta dolar donasi anonim ke PAC Trump dari donor asing seperti Saudi Arabia dan Rusia, yang dianggap “pembelian pengaruh”. Koalisi seperti Indivisible dan MoveOn koordinasi nasional, dengan tuntutan utama reformasi etika untuk cegah konflik kepentingenan seperti bisnis Trump yang untung 200 juta dolar dari lisensi golf selama masa jabatan.

Latar belakang ini juga dari warisan 2024: Trump kalah tipis tapi tuduh fraud, picu distrust 35 persen pemilih. Demo ini damai, dengan polisi DC catat zero kekerasan signifikan di 2.700 lokasi, tapi di Chicago, bentrokan dengan kontra-demo MAGA picu 20 penangkapan. Massa, 55 persen wanita dan 40 persen minoritas, tuntut transparansi donasi dalam 24 jam, bukan 60 hari seperti sekarang, dan batas usia presiden 75 tahun untuk cegah “generasi tua” dominasi. Di New York, 25 ribu orang blokir Times Square, serahkan petisi 600 ribu tanda tangan ke Kongres, tuntut audit tahunan kampanye Trump. Latar ini ubah demo dari lokal jadi gerakan nasional, tekan FEC untuk investigasi cepat, meski Republik sebutnya “socialist riot”.

Tuntutan Massa: Transparansi, Batas Usia, dan Reformasi Etika: Demo “No Kings” Ricuh Untuk Protes Trump di AS

Tuntutan utama “No Kings” adalah transparansi donasi kampanye, dengan massa tuntut FEC wajibkan disclosure donor anonim dalam 24 jam, bukan 60 hari, dan batas donasi individu 2 ribu dolar per siklus, turun dari 3.300 dolar saat ini. Di DC, 50 ribu peserta sebut donasi 50 juta dolar ke Trump PAC sebagai “beli akses”, tuntut audit independen dan larangan donasi asing. Tuntutan kedua adalah batas usia presiden 75 tahun, diilhami usia Trump 79 tahun, dengan argumen “generasi tua tak paham isu digital dan iklim”—proposal ini dapat 60 persen dukungan publik menurut Pew Research, mirip amandemen Senat Demokrat 2024.

Tuntutan ketiga adalah reformasi etika, termasuk larangan konflik kepentingan seperti bisnis Trump yang untung dari lisensi hotel selama jabatan, dengan tuntut divestasi aset untuk calon presiden. Di Los Angeles, 20 ribu peserta blokir Hollywood Boulevard, tuntut “No Kings Act” untuk cap donasi korporat 100 ribu dolar. Massa, koordinasi oleh ACLU dan Common Cause, tuntut ini untuk cegah “oligarki Trump”, dengan 70 persen peserta pemilih independen yang frustrasi bipartisanship. Tuntutan ini tak cuma simbolis—ia tekan Kongres untuk debat undang-undang “No Kings Act” yang ajukan batas donasi dan audit tahunan, dengan petisi nasional 1 juta tanda tangan dalam 48 jam.

Respons Trump dan Dampak Politik: Polarisasi yang Semakin Dalam

Respons Trump langsung tegas: di Truth Social, ia sebut demo “riot palsu didanai Soros”, sebut massa “socialist losers” yang takut kalah lagi, dan janji “drain swamp lebih dalam” di rally Florida 20 Oktober dengan 15 ribu pendukung. Responsnya klasik: ubah kritik jadi narasi korban, tingkatkan donasi kampanye 25 persen dalam 24 jam, capai 12 juta dolar. Pemimpin Republik seperti Mike Johnson ikut kutuk sebagai “hate America rally”, tapi moderat seperti Mitt Romney sebut “demo valid” untuk transparansi.

Dampak politiknya luas: polling Reuters/Ipsos tunjukkan dukungan Trump naik 4 persen di pemilih pria usia 45-64, tapi turun 6 persen di pemilih muda 18-29, yang 65 persen ikut demo. Di 2028, polarisasi ini bedakan pemilu: demo tingkatkan turnout 12 persen di 2024, dan analis prediksi 45 juta pemilih muda ikut 2028. Di papan bawah, demo tekan pemilu lokal: di Pennsylvania, 10 ribu peserta tuntut audit kampanye gubernur Republik. Respons Trump dan dampaknya ubah demo dari aksi sementara jadi katalis reformasi, meski bentrokan kecil di Atlanta (10 penangkapan) tunjukkan tensi.

Kesimpulan

Demo “No Kings” pada 19 Oktober 2025, dengan tuntutan transparansi donasi, batas usia, dan reformasi etika, jadi gerakan nasional yang tekan sistem politik AS di tengah pengaruh Trump yang dianggap otoriter. Dari latar laporan 50 juta dolar donasi hingga respons Trump yang balikkan narika dan dampak turnout pemilih muda, aksi 7 juta peserta ini bukan akhir—ia awal gelombang demokrasi yang bisa ubah pemilu 2028. Di musim politik panas, demo ini ingatkan prinsip dasar: no kings, only people—dan Trump, dengan rally dan tweet, tetap kuat di basis, tapi tekanan reformasi tak terelakkan.

 

BACA SELENGKAPNYA DI…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *