China Tak Pernah Ragu Untuk Melakukan Kekerasan ke Taiwan

china-tak-pernah-ragu-untuk-melakukan-kekerasan-ke-taiwan

China Tak Pernah Ragu Untuk Melakukan Kekerasan ke Taiwan. Pada 29 Oktober 2025, ketegangan di Selat Taiwan memuncak saat pejabat tinggi China menyatakan bahwa Beijing “sangat tidak akan menutup kemungkinan menggunakan kekerasan” terhadap Taiwan, sebuah pernyataan tegas yang memperkuat narasi Beijing soal reunifikasi paksa. Pernyataan itu keluar dari juru bicara Kementerian Pertahanan China saat konferensi pers rutin, di tengah serangkaian latihan militer besar-besaran yang melibatkan 125 pesawat tempur dan 20 kapal perang di sekitar pulau itu. Xi Jinping, yang baru saja perkuat posisinya dengan pemurnian jenderal senior, tak ragu tunjukkan otot militer sebagai balasan atas kunjungan pejabat Taiwan ke AS. Di era di mana Taiwan jadi titik panas geopolitik, sikap China ini bukan ancaman kosong; ia peringatan bahwa reunifikasi bisa datang dengan kekerasan jika diplomasi gagal. Dengan AS dan sekutunya waspada, dunia kini tunggu apakah ini gertak sambal atau langkah menuju konflik terbuka. INFO CASINO

Latar Belakang Ancaman: Latihan Militer dan Pernyataan Resmi: China Tak Pernah Ragu Untuk Melakukan Kekerasan ke Taiwan

Ketegangan memuncak setelah latihan militer China “Joint Sword 2025” yang digelar 25-27 Oktober, di mana Angkatan Laut dan Udara PLA simulasikan blokade Taiwan dengan 125 pesawat dan 20 kapal perang. Ini respons langsung atas pidato Presiden Taiwan Lai Ching-te di PBB yang sebut China “ancaman eksistensial”. Juru bicara Kementerian Pertahanan China, Wu Qian, bilang pernyataan itu: “Kami tak pernah ragu gunakan kekerasan jika Taiwan terus provokasi dengan separatisme.” Pernyataan ini relatif dengan serupa di 2024, tapi lebih tegas karena datang pasca-pemurnian militer Xi: sembilan jenderal senior diberhentikan atas dugaan korupsi, perkuat loyalitas PLA pada visi reunifikasi.

Beijing anggap Taiwan bagian tak terpisahkan sejak 1949, dan latihan ini tes kemampuan invasi: simulasi pendaratan di pantai timur Taiwan, dengan drone swarming untuk ganggu radar. Taiwan laporkan 92 pesawat PLA lintasi garis median Selat, naik 20 persen dari latihan sebelumnya. Xi Jinping, di pidato internal Partai Komunis, tekankan “reunifikasi adalah mandat sejarah”, sinyal bahwa kekerasan jadi opsi akhir jika diplomasi macet. Dampak langsung: saham teknologi Taiwan seperti TSMC turun 3 persen, dan AS tambah kapal perang di Laut China Selatan sebagai pencegah.

Dampak Militer dan Politik: Pemurnian Xi dan Respons Taiwan: China Tak Pernah Ragu Untuk Melakukan Kekerasan ke Taiwan

Pemurnian militer Xi jadi latar belakang ancaman ini. Pada 24 Oktober, sembilan jenderal senior, termasuk dari PLA Rocket Force, diberhentikan atas dugaan korupsi—gerakan yang perkuat kendali Xi atas militer 2 juta personel. Ini relatif dengan pemurnian 2024 yang bersihkan 15 jenderal, tunjukkan Xi tak ragu gunakan kekerasan internal untuk stabilkan PLA jelang konfrontasi Taiwan. Dengan anggaran militer US$ 230 miliar tahun ini, China siap: kapal induk Fujian siap operasi 2026, tambah kemampuan serang Taiwan dalam 96 jam.

Taiwan respons tegas: Presiden Lai perintahkan latihan pertahanan sipil, evakuasi 500 ribu orang di pantai timur, dan beli 66 F-16V baru dari AS senilai US$ 8 miliar. Militer Taiwan laporkan 1.200 rudal China siap target Taipei, picu kekhawatiran invasi 2027. Politiknya panas: oposisi Taiwan tuduh Lai provokasi, sementara DPP perkuat narasi “bertahan dari agresi”. Dampak ekonomi: perdagangan Selat turun 10 persen, dengan kapal kargo hindari rute berisiko. Xi’s pemurnian juga sinyal untuk AS: China siap perang panjang, dengan stok rudal hipersonik DF-17 yang tak tertandingi.

Respons Internasional: AS dan Sekutu Siaga

AS langsung tegas: Presiden Biden perintahkan kapal induk USS Abraham Lincoln ke Selat, tambah dukungan militer US$ 2 miliar ke Taiwan. Wakil Menteri Luar Negeri Kurt Campbell bilang: “Kami tak biarkan China gunakan kekerasan—gencatan senjata Selat adalah prioritas.” Jepang dan Australia tambah patroli bersama, sementara Quad (AS-Jepang-Australia-India) gelar latihan angkasa di Pasifik. Uni Eropa, lewat Josep Borrell, ancam sanksi perdagangan China jika invasi, dengan Jerman potong impor senilai € 100 miliar.

Korea Selatan, sekutu AS, tingkatkan kewaspadaan: latihan bersama dengan AS simulasikan pertahanan dari rudal China. Dampaknya: indeks saham Asia turun 2 persen, dengan yen Jepang naik sebagai safe haven. PBB Antonio Guterres panggil dialog darurat, tapi China blokir resolusi. Relatif dengan krisis Ukraina, AS lihat Taiwan sebagai “frontline”—dengan 100 ribu tentara di Pasifik, siap konfrontasi. Xi’s ancaman ini uji strategi Biden: dukung Taiwan tanpa perang langsung, tapi risiko eskalasi tinggi.

Kesimpulan

Pernyataan China yang tak ragu gunakan kekerasan ke Taiwan jadi peringatan keras di Selat, dari latihan militer masif hingga pemurnian Xi yang perkuat PLA. Dampak militer dan politiknya gelapkan Taiwan, sementara respons AS dan sekutu tunjukkan siaga global. Di era ketegangan tinggi, reunifikasi paksa bisa picu konflik terbesar abad 21—dengan ekonomi dunia taruhan. Xi Jinping tak ragu, tapi dunia harap diplomasi menang. Saat angkasa Selat dipenuhi jet, perdamaian jadi taruhan rapuh—AS dan sekutu harus tegas, tapi bijak, untuk hindari perang yang tak ada pemenangnya.

 

BACA SELENGKAPNYA DI…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *