Rusia Menyerang Ukraina Habis-habisan. Pada malam 14 November 2025, langit Kyiv kembali diramaikan oleh ledakan-ledakan dahsyat, menandai serangan udara terbesar Rusia terhadap Ukraina dalam beberapa bulan terakhir. Moskow meluncurkan ratusan drone dan misil dalam gelombang tak henti, menargetkan ibu kota Ukraina dan wilayah sekitarnya. Setidaknya delapan nyawa melayang, puluhan lainnya luka-luka, sementara bangunan apartemen dan infrastruktur vital hancur lebur. Presiden Volodymyr Zelenskyy menyebutnya sebagai “serangan jahat yang disengaja”, di tengah upaya Rusia untuk mematikan Ukraina menjelang musim dingin yang kejam. Serangan ini bukan sekadar eskalasi biasa, melainkan bagian dari strategi habis-habisan yang mengancam kestabilan regional. Apa yang mendorong langkah ini, dan bagaimana Ukraina bertahan? Mari kita kupas lebih dalam. BERITA TERKINI
Latar Belakang Eskalasi Perang: Rusia Menyerang Ukraina Habis-habisan
Konflik Rusia-Ukraina yang memasuki tahun ketiga ini telah berubah menjadi perang gesekan panjang, tapi November 2025 menunjukkan tanda-tanda puncak kekerasan. Sejak invasi penuh skala pada Februari 2022, Rusia terus mendorong kemajuan di front timur, khususnya di wilayah Donetsk. Baru-baru ini, pasukan Moskow hampir merebut Pokrovsk, kota simbolis yang menjadi pusat logistik Ukraina. Pada 8 November, serangan serupa sudah menewaskan tujuh orang dengan menargetkan gardu listrik dekat pembangkit nuklir, menandakan pola baru: bukan hanya merebut tanah, tapi memutus aliran energi untuk melemahkan semangat perlawanan.
Eskalasi ini dipicu oleh faktor domestik dan internasional. Di Rusia, Presiden Vladimir Putin menghadapi tekanan ekonomi akibat sanksi Barat, termasuk pembatasan ekspor minyak baru dari Kanada dan Amerika Serikat. Sementara itu, Ukraina berhasil menembak jatuh ratusan drone Rusia di wilayahnya sendiri, termasuk lebih dari 200 dalam satu malam baru-baru ini. Respons balasan Kyiv, seperti serangan ke pelabuhan Rusia di Sungai Donau, membuat Moskow merasa terpojok. Para analis melihat serangan 14 November sebagai balasan langsung, di mana Rusia menggunakan cadangan drone murah untuk membanjiri pertahanan udara Ukraina. Ini bukan kebetulan; musim dingin yang akan datang membuat infrastruktur energi menjadi target prioritas, mengingat Ukraina masih bergantung pada listrik untuk kehidupan sehari-hari.
Di front darat, situasi juga tegang. Pasukan Rusia maju lambat tapi pasti di Sumy dan Kursk, merebut sekitar 165 kilometer persegi wilayah Ukraina dalam dua minggu terakhir. Cuaca buruk menjadi sekutu Moskow, memperlambat manuver Ukraina. Zelenskyy sendiri mengakui kesulitan di Pokrovsk, di mana pasukan motor Rusia menggunakan taktik kejutan untuk menembus garis pertahanan. Eskalasi ini menggarisbawahi bagaimana perang yang semula cepat berubah menjadi attrition, di mana Rusia bertaruh pada daya tahan sumber dayanya yang lebih besar.
Detail Serangan dan Respons Lapangan: Rusia Menyerang Ukraina Habis-habisan
Serangan malam itu dimulai tepat sebelum tengah malam, dengan sirene serangan udara meraung di seluruh Kyiv. Menurut Angkatan Udara Ukraina, Rusia meluncurkan sekitar 430 drone dan 19 misil, termasuk jenis balistik dan aeroballistik yang sulit diintersep. Gelombang pertama menyasar pusat kota, menghantam bangunan apartemen di distrik Sviatoshynskyi dan Heroiv Dnipra. Api melahap lantai atas, kaca beterbangan, dan penduduk berlarian ke lorong-lorong gelap sambil bertukar pesan panik. Enam orang tewas di Kyiv saja, termasuk anak-anak dan seorang wanita hamil, sementara dua lagi di selatan dekat Chornomorsk akibat serangan ke pasar lokal.
Target utama tampaknya infrastruktur energi dan rel kereta, dengan ledakan melumpuhkan pasokan listrik dan air di beberapa kawasan. Gubernur Kyiv melaporkan enam luka-luka, termasuk anak berusia tujuh tahun dengan luka wajah parah. Di Kharkiv, serangan serupa mengganggu pasokan air, meninggalkan ribuan warga tanpa listrik. Rusia mengklaim ini sebagai “serangan presisi” terhadap fasilitas militer dan produksi senjata, tapi bukti di lapangan menunjukkan kerusakan sipil yang luas. Debu dan puing beterbangan di jalanan, sementara petugas darurat berjuang memadamkan api di tengah hujan peluru pelacak merah.
Ukraina merespons dengan gagah. Sistem pertahanan udara mereka menembak jatuh sebagian besar ancaman, termasuk 200 drone Ukraina yang balas menyerang wilayah Rusia. Zelenskyy segera memanggil dukungan internasional, menuntut lebih banyak sistem pertahanan udara dari Eropa dan Amerika. Di lapangan, warga Kyiv menunjukkan ketangguhan: seorang penduduk bernama Valentina bersembunyi di koridor lantai sembilan hingga fajar, sementara tetangganya membersihkan puing dengan tangan kosong. Operasi pembersihan dimulai pagi-pagi, tapi trauma psikologis akan bertahan lama. Serangan ini, yang berlangsung hampir lima jam, mengingatkan betapa rapuhnya pertahanan kota besar di era drone murah.
Dampak Ekonomi, Sosial, dan Diplomatik
Dampak serangan ini meluas jauh di luar korban jiwa. Secara ekonomi, Ukraina menghadapi ancaman blackout massal menjelang musim dingin, dengan infrastruktur energi yang sudah rusak 50% sejak 2022. Rusia, yang memproduksi lebih dari 5.500 drone bulan lalu, bertujuan memaksa Kyiv tunduk melalui penderitaan sipil. Di sisi lain, Moskow merasakan getahnya: produksi minyak mereka turun hanya 3% meski diserang drone Ukraina, tapi sanksi baru bisa memperburuknya. Perdagangan global terganggu, dengan harga energi melonjak di Eropa.
Secara sosial, serangan memperdalam luka bagi warga Ukraina. Keluarga-keluarga tercerai-berai, anak-anak trauma, dan semangat perlawanan diuji. Di media sosial, warganet berbagi video puing-puing, menyerukan solidaritas. Zelenskyy memanfaatkan momen ini untuk propaganda, menekankan bahwa “dunia harus menghentikan serangan ini dengan sanksi”. Di Rusia, narasi resmi memuji “kemenangan presisi”, tapi keraguan internal tumbuh di tengah korban mereka sendiri.
Diplomatik, G7 baru saja mengonfirmasi dukungan tak tergoyahkan untuk Ukraina, menuntut gencatan senjata segera. Menteri Luar Negeri Kanada mengumumkan sanksi tambahan terhadap Moskow, sementara Amerika ragu-ragu soal misil jarak jauh untuk Kyiv. Rusia memperingatkan NATO agar tak ikut campur, menyebut serangan sebagai “pertahanan diri”. Pertemuan Trump-Putin tampak jauh, dengan Menteri Luar Negeri AS menuntut hasil konkret. Para aktivis seperti Oleksandra Matviichuk, penerima Nobel Perdamaian, mendesak Eropa gunakan kekuatan udara untuk lindungi langit Ukraina. Eskalasi ini bisa memicu respons lebih luas, termasuk insiden di perbatasan seperti pecahan drone di Rumania.
Kesimpulan
Serangan habis-habisan Rusia pada 14 November 2025 adalah pengingat pahit bahwa perang ini masih jauh dari selesai, dengan Kyiv sebagai medan uji coba terbaru. Dari kemajuan darat di timur hingga hujan drone di ibu kota, Moskow menunjukkan tekad untuk menang dengan segala cara, sementara Ukraina bertahan dengan keberanian dan bantuan terbatas. Dampaknya—ekonomi hancur, nyawa hilang, dan ketegangan global—membuat damai semakin mendesak. Bagi Zelenskyy, panggilan untuk pertahanan udara lebih kuat adalah kunci bertahan musim dingin. Bagi dunia, ini saatnya bertindak tegas, bukan sekadar kata-kata. Hanya dengan tekanan terkoordinasi, roda perang ini bisa dihentikan, membuka jalan bagi negosiasi yang adil. Di tengah kegelapan, harapan tetap menyala, asal tak dibiarkan padam.