Warga Gaza Ngaku Bayar Rp 33 Juta Untuk ke Afsel

warga-gaza-ngaku-bayar-rp-33-juta-untuk-ke-afsel

Warga Gaza Ngaku Bayar Rp 33 Juta Untuk ke Afsel. Kisah pilu warga Gaza yang nekat bayar hingga setara Rp 33 juta per orang demi keluar dari wilayah terkepung kembali mencuat pekan ini. Sejumlah keluarga Palestina mengaku terpaksa jual harta benda terakhir—rumah, perhiasan, bahkan tanah warisan—untuk masuk daftar evakuasi ke Afrika Selatan melalui Mesir. Biaya itu bukan untuk tiket pesawat biasa, melainkan “biaya koordinasi” yang diminta pihak perantara agar nama mereka masuk daftar keluar lewat Rafah. Sejak perbatasan dibuka terbatas pasca-gencatan senjata Oktober lalu, ribuan warga Gaza sudah berhasil kabur, tapi dengan harga mahal yang bikin banyak keluarga terbelah atau bangkrut total. INFO SLOT

Cara Kerja Evakuasi Berbayar: Warga Gaza Ngaku Bayar Rp 33 Juta Untuk ke Afsel

Prosesnya dimulai dari daftar online yang dikelola perusahaan perjourney Mesir yang punya hubungan khusus dengan otoritas perbatasan. Warga Gaza harus bayar dulu sekitar 5.000 dolar AS per orang dewasa dan setengahnya untuk anak kecil. Uang itu baru tahap awal—setelah nama masuk daftar, ada tambahan “biaya administrasi” dan “keamanan” yang bisa naik jadi total 8.000 dolar atau lebih per kepala. Banyak keluarga akhirnya bayar 25-30 juta rupiah per anggota hanya agar bisa lewat pintu Rafah menuju Kairo, lalu terbang ke Afrika Selatan yang beri suaka sementara bagi ribuan pengungsi Palestina.

Uang dikirim lewat transfer bank atau hawala karena Gaza tak punya akses perbankan normal. Setelah bayar, nama muncul di daftar harian yang dikirim ke pos perbatasan. Tanpa bayar, hampir mustahil keluar—kecuali punya paspor asing atau alasan medis darurat yang diverifikasi ketat. Keluarga yang sudah sampai Afsel cerita, mereka jual segalanya: mobil, toko, bahkan emas kawin ibu hanya demi anak-anak bisa tidur tanpa takut bom lagi.

Alasan Memilih Afrika Selatan: Warga Gaza Ngaku Bayar Rp 33 Juta Untuk ke Afsel

Afrika Selatan jadi tujuan favorit karena sikap politiknya yang tegas dukung Palestina, plus program suaka khusus yang diluncurkan tahun ini. Pemerintah di Pretoria sudah terima lebih dari 4.000 warga Gaza sejak Agustus, beri tempat tinggal sementara, sekolah gratis untuk anak, dan izin kerja terbatas. Banyak yang punya keluarga atau kenalan dari gelombang pengungsi sebelumnya, jadi lebih mudah adaptasi. Tiket pesawat dari Kairo ke Johannesburg relatif murah dibanding Eropa atau Amerika, dan proses visa kemanusiaan lebih cepat.

Bagi warga Gaza, keluar bukan cuma soal aman fisik, tapi juga masa depan. Anak-anak sudah dua tahun tak sekolah normal, rumah sakit kolaps, listrik cuma empat jam sehari. “Kami bukan kabur dari rumah, kami selamatkan nyawa anak-anak,” kata seorang ayah yang baru tiba di Cape Town minggu lalu bersama istri dan tiga anaknya setelah bayar total hampir Rp 150 juta.

Dampak bagi Keluarga yang Tertinggal

Tidak semua bisa bayar. Keluarga miskin atau yang sudah kehilangan segalanya terpaksa tinggal, bahkan pisah dari anggota keluarga yang berhasil keluar. Ada cerita ibu yang kirim anak remajanya sendirian karena cuma cukup uang untuk satu orang. Di Gaza utara yang masih porak-poranda, banyak yang jual ginjal atau pinjam rentenir demi biaya itu—meski risiko ditolak di perbatasan tetap ada kalau nama tak muncul di daftar harian.

Situasi ini juga picu debat di kalangan warga Gaza sendiri: apakah bayar mahal untuk keluar sama dengan “meninggalkan perjuangan”, atau justru bentuk perlawanan dengan selamatkan generasi mendatang. Yang jelas, ribuan keluarga sudah ambil keputusan berat itu, tinggalkan rumah yang mungkin tak pernah lagi mereka lihat.

Kesimpulan

Bayar puluhan juta rupiah demi keluar dari Gaza jadi realita pahit yang dihadapi ribuan keluarga Palestina saat ini. Afrika Selatan buka pintu lebar, tapi jalan menuju sana penuh harga mahal—baik secara finansial maupun emosional. Bagi yang berhasil sampai, ada harapan baru meski harus mulai dari nol di negeri orang. Bagi yang tertinggal, perjuangan sehari-hari terus berlanjut di tengah reruntuhan. Cerita ini tunjukkan betapa dalamnya luka konflik panjang, di mana bahkan untuk bernapas lega harus bayar dengan harga setinggi langit. Yang penting sekarang, bantuan kemanusiaan internasional harus lebih masif agar tak ada lagi yang terpaksa jual masa depan demi keselamatan hari ini.

BACA SELENGKAPNYA DI…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *