KPK Ungkapkan Bahwa Kajari HUS Memeras Kadis. Komisi Pemberantasan Korupsi baru saja mengungkap kasus pemerasan yang dilakukan oleh Kepala Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara (HSU). Kajari tersebut, bersama dua bawahannya, diduga memeras sejumlah kepala dinas di kabupaten itu dengan ancaman proses hukum. Operasi tangkap tangan dilakukan pada 18 Desember 2025, diikuti penetapan tiga tersangka keesokan harinya. Total uang yang diterima dari pemerasan mencapai ratusan juta rupiah, meski Kajari baru menjabat sejak Agustus tahun ini. Kasus ini menambah daftar panjang penyalahgunaan wewenang di kalangan penegak hukum, dan menjadi sorotan karena melibatkan pejabat tinggi kejaksaan. TIPS MASAK
Kronologi dan Operasi Tangkap Tangan: KPK Ungkapkan Bahwa Kajari HUS Memeras Kadis
Semua bermula dari pengaduan masyarakat yang masuk ke KPK. Tim langsung bergerak dan melakukan OTT di Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan. Sebanyak 21 orang diamankan awalnya, tapi enam di antaranya dibawa ke Jakarta untuk pemeriksaan intensif, termasuk Kajari HSU, Kasi Intelijen, dan beberapa kepala dinas. OTT berlangsung cepat, dengan penyitaan uang tunai ratusan juta rupiah sebagai barang bukti. Kajari baru menjabat empat bulan, tapi sudah diduga mulai memeras sejak November. Modusnya sederhana: membuat laporan pengaduan palsu seolah dari masyarakat, lalu mengancam akan memprosesnya jika tidak ada “damai” berupa uang. Proses ini melibatkan perantara dari jajaran kejaksaan sendiri.
Modus Pemerasan dan Jumlah Uang: KPK Ungkapkan Bahwa Kajari HUS Memeras Kadis
Modus utama adalah ancaman hukum menggunakan laporan palsu. Kajari dan timnya menghubungi kepala dinas, seperti dari Dinas Pendidikan, Kesehatan, Pekerjaan Umum, hingga direktur rumah sakit daerah. Mereka menakut-nakuti bahwa ada aduan serius yang akan diproses, padahal laporan itu dibuat-buat. Untuk menghentikan proses, diminta uang dalam jumlah besar. Total yang diterima Kajari mencapai sekitar 804 juta rupiah, baik langsung maupun melalui transfer ke rekening keluarga. Ada juga penerimaan tambahan ratusan juta dari sumber lain. Kasi Intelijen dan Kasi Perdata juga ikut menerima bagian, membuat praktik ini terorganisir di dalam institusi. Uang ini digunakan untuk keperluan pribadi, termasuk pemotongan anggaran internal kejaksaan.
Penetapan Tersangka dan Penanganan
KPK cepat menetapkan tiga tersangka: Kajari HSU sebagai otak utama, Kasi Intelijen sebagai pelaksana lapangan, dan Kasi Perdata sebagai perantara. Dua di antaranya langsung ditahan untuk 20 hari pertama, sementara satu lagi masih dicari karena kabur saat OTT. Penanganan kasus tetap di KPK, meski melibatkan jaksa, untuk menjaga independensi. Barang bukti seperti uang tunai dan rekaman transfer sudah diamankan kuat. Kasus ini menunjukkan betapa rentannya sistem pengawasan internal di kejaksaan daerah. KPK juga mengimbau pihak yang kabur segera menyerahkan diri, sambil melanjutkan pemeriksaan terhadap kepala dinas yang menjadi korban pemerasan.
Kesimpulan
Kasus pemerasan oleh Kajari Hulu Sungai Utara ini menjadi pukulan telak bagi integritas penegak hukum. Meski baru menjabat singkat, praktik ini sudah merugikan banyak pihak dan mencoreng institusi kejaksaan. Dengan penetapan tersangka cepat dan penahanan, KPK menunjukkan komitmen tegas memberantas korupsi dari dalam sistem sendiri. Kasus seperti ini diharapkan jadi pelajaran agar pengawasan lebih ketat, terutama di daerah. Pada akhirnya, kepercayaan publik terhadap hukum harus dijaga dengan tindakan nyata, bukan hanya janji. Proses hukum selanjutnya akan diawasi ketat, agar ada efek jera bagi yang lain.